0 produk di keranjang belanja Anda

Tidak ada produk di keranjang.

Ridho Allah SWT pada Ridho kedua Orang Tua

Seorang anak, meskipun telah berkeluarga tetap diwajibkan untuk selalu berbakti kepada kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga.

Begitu sangat disayangkan, betapa banyak orang yang ketika sudah berkeluarga mereka meninggalkan kewajiban ini. Mengingat begitu pentingnya perihal berbakti kepada kedua orang tua, maka kita kita semua wajib untuk mengkaji dan memahami hal ini.

Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah SWT melalui orang tua ialah birrul walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu perihal penting dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah SWT memerintahkan kita semua untuk berbakti kepada orang tua kita.

Seperti tersurat dalam surat al-Isra ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” [Al-Israa’ : 23-24]

Perintah birrul walidain ini juga tercantum dalam surat an-Nisaa’ ayat 36:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil [1], dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [An-Nisaa’ : 36]

Dalam surat al-‘Ankabuut ayat 8, juga tercantum tentang larangan untuk mematuhi orang tua yang kafir serta pula jika mereka mengajak kepada kekafiran:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-‘Ankabuut (29): 8]

Perihal untuk tidak mematuhi orang tua yang mengajak kepada kekafiran juga tersurat pada surat Luqman ayat 14-15. Hanya Allah, tuhan yang haq untuk kita sembah. Meskipun andaikan orang tua itu kafir, namun bukan berarti hilanglah kasih sayang kepada keduannya, sebagai seorang anak harus tetap bersikap santun dan menghormati keduanya.

Anjuran berbuat baik kepada kedua Orang Tua dan larangan durhaka kepada keduanya

Di dalam berbakti kepada kedua orang tua, sebagai anak senantiasa berlaku santun dan berucap lembut kepada keduannya di dalam hal perilaku dan juga setiap ucapan. Jika orang tua ada yang khilaf atau berlaku tidak sesuai dengan syariat, tugas seeorang anak yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita, dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduannya.

Menurut Ibnu ‘Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syari’at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan aqidah dan iman kepada Allah SWT).

Sedangkan ‘uququl walidain yaitu gangguan yang ditimbulkan dari seorang anak terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan.

Contoh gangguan yang berupa perkataan, yaitu berucap “ah” atau “cis”, serta perkataan yang keras, perkataan yang menyakitkan hati dan lain-lain.

Sedangkan gangguan berupa perbuatan ialah berlaku kasar kepada orang tua, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, termasuk sikap seperti membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturrahim, dan tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.

Keutamaan berbakti kepada kedua Orang Tua

1. Merupakan Amal yang Paling Utama

Birrul walidain adalah perbuatan yang sungguh mulia, perbuatan itu termasuk kedalam suatu amalan yang paling utama. Seperti hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.

سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّالْوَالِدَيْنِ، قَالَ: قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

“Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’

Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘

Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ [2]

2. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua

Perihal berbakti kepada kedua orang tua begitu pentingnya, hingga segala hal untuk keridhaan (kebaikan) seorang anak Allah SWT memberikan kuasa kepada kedua orang tuanya. Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ

“Darii ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” [3]

3. Berbakti Kepada Orang Tua dapat Menghilangkan Kesulitan yang Sedang Dialami

Jika seseorang kehidupannya terasa susah dan tidak berkah, bisa jadi salah satunya adalah karena hubungannya tidak begitu baik dengan kedua orang tuanya. Berbakti kepada kedua orang tua, menyayanginya serta menjaga hubungan baik dengan keduanya ialah melakukan suatu amalan yang utama.

Meskipun seorang anak sudah mencoba untuk terus berbakti kepada kedua orang tuanya, bukan berarti tidak akan ada lagi kesulitan maupun cobaan baginya.

Tidak ada orang beriman yang tidak di uji, justru ujiannya akan semakin berat, hal tersebut sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hamba yang dicintaiNya, agar lebih dekat kepadaNya agar terangkat derajad dari seorang hamba tersebut.

Salah satu cara untuk mengatasi setiap kesulitan hidup, yaitu dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut (birrul walidain). Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.

Haditsnya sebagai berikut:

انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيْتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوْهُ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهَا الْغَارَ. فَقَالُوْا : إِنَّهُ لاَيُنْجِيْكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوْا اللهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ: اَللَّهُمَّ كَانَ لِي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ وَكُنْتُ أَغْبِقُ قَبْلَ هُمَا أَهْلاً وَ لاَ مَالاً، فَنَأَى بِي فِي طَلَبِ شَيْئٍ يَوْمًا فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَ فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوْقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ. فَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْمَالاً، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَيَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ مِنْ هَذِه الصَّخْرَةِ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا

“ …Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain:

‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata:

‘Ya Allah, sesung-guhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain.

Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas.

Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun.

Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.’ Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit..”[4]

4. Akan Diluaskan Rizki dan Dipanjangkan Umur

Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lainnya. Mungkin masih banyak dijuampai di masyarakat kita, silaturahmi yaitu sering berkunjung kepada teman-temannya, akan tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah.

Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan pintu rizki dan dipanjangkan umurnya.

Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahimnya.” [5]

Maksud dari hadist diatas, Ibnu Hajar dalam Al Fath menjelaskan, “Silaturahmi dimaksudkan untuk kerabat, yaitu yang punya hubungan nasab, baik saling mewarisi ataukah tidak, begitu pula masih ada hubungan mahrom ataukah tidak.” Dalam hal ini yang paling utama ialah kepada kedua orang tua, saudara-saudara, kerabat barulah kepada yang lainnya seperti guru, tetangga dan teman-teman kita.

5. Akan Dimasukkan ke Surga Oleh Allah SWT

Berbuat baik kepada orang tua dan patuh kepada keduanya dalam kebaikan merupakan sebab datangnya rahmat Allah kepada seorang hamba.

Sudah pasti, setiap amal, setiap kebaikan sudah semestinya kita lakukan hanya karena cinta Allah, bukan surga yang utama akan tetapi cinta Allah yangkita tuju. Ketika seorang hamba sudah dicintai Allah, sudah pasti ia akan berada di Surganya Allah ‘Azza wa Jalla.

Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak mendapat murka Allah dan tidak akan masuk Surga.

Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua.

Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka.

Oleh karena itu, bebruat baiklah kepada kedua orang tua karena mengharap ridha dan cinta Allah SWT, kemudian barulah mengharap Surga dan juga cinta kasih kepada kedua orang tua. Semoga rahmat Allah senantiasa Allah limpahkan untuk kita semua, atas izinNya dan akan dimasukkan ke Surga.
Bentuk Bentuk Durhaka Kepada Kedua Orang Tua

Dari pembahasan diatas, dapat kita rangkum hal-hal yang bisa menjadi suatu kedurhakaan kepada orang tua, berikut poin-poinnya:

  • Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan ataupun perbuatan yang bisa membuat orang tua sedih atau sakit hati.
  • Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi panggilan orang tua.
  • Membentak atau menghardik orang tua.
  • Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
  • Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan tidak pintar (berkata kasar), dan lain-lain.
  • Menyuruh-nyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima kasih dan membantu orang tua.
  • Mencemarkan nama baik orang tua atau menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak. Sebagai seorang anak, kita wajib menjaga aib kedua orang tua.
  • Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah tempat tinggal, misalnya alat musik, minuman keras, mengisap rokok, dan lain-lain. Tindakan seperti itu selain medzalimi diri sendiri juga termasuk bentuk kedurhakaan terhadap kedua orang tua
  • Jika anak laki-laki sudah menikah, ia lebih mentaati istri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega mengusir ibunya atau pergi meninggalkan ibunya demi menuruti kemauan isterinya. Hal ini adalah perilaku durhaka, Nas-alullaahas salaamah wal ‘aafiyah
  • Seorang anak yang malu mengakui orang tuanya. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang nista. Apapun keadaan kedua orang tua kita, harus kita sayangi dan kita lindungi.

Bentuk Bentuk Berbakti Kepada Orang Tua

  • Seorang anak bisa bergaul dan berteman dengan keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita
  • Bersikap penuh hormat dan santu, berucap dengan dengan perkataan yang lemah lembut terhadap keduanya. Hendaknya dibedakan adab saat berbicara kepada kedua orang tua dan saat berbicara dengan anak, teman atau dengan yang lain. Pengucapan kata dan intonasi yang dipakai haruslah penuh hormat dan penuh kasih sayang, yaitu perkataan lemah lembut karena itu adalah perkataan yang mulia. Serta bisa menyejukkan hati keduanya.
  • Tawadhu’ (rendah hati). Seorang anak tidaklah boleh kibr (maksudnya sombong). Misalkan apabila seorang anak sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, bagaimanapun juga seorang anak harus tetap hormat, taat dan menyayangi orang tua. Seorang anak tidak boleh menyerahkan kedua orang tuanya kepada pengasuh / panti jompo. Ingatlah sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua.
  • Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita adalah milik ialah orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada keduanya, baik ketika mereka meminta maupun tidak.
  • Mendo’akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:

رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا

“Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.”

Senantiasa doakanlah keduanya, mohonkan ampunan untuk keduanya. Semoga Allah senantiasa mengampuni keduanya. Dan semoga Allah SWT menggolongkan siapapun seorang anak yang berbakti kepada kedua orang tuannya menjadi hambaNya yang taat dan dicintai Allah SWT.

Baca juga penjelasan lengkapnya : Cara berbakti kepada kedua orang tua menurut agama Islam

Doa untuk Orang Tua yang Apabila Telah Meninggal

Maka yang harus kita lakukan adalah:

  1. Meminta ampun kepada Allah SWT dengan taubat nashuha, jujur dan dengan penuh pengakuan bahwa kita pernah berbuat khilaf menyakiti kedua orang tua (durhaka) kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
  2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
  3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
  4. Membayarkan hutang-hutangnya.
  5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
  6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.

Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita dimudahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Aamiin.

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor – Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa’dah 1427H/Desember 2006]
_______
Footnote:
[1]. Ibnu sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan maksiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu-bapaknya.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 527), Muslim dalam Kitabul Iman (no. 85), an-Nasa-i (I/292-293), at-Tirmidzi (no. 173), ad-Darimi (I/278), Ahmad (I/351, 409, 410, 439).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 2), Ibnu Hibban (no. 2026 al-Mawaarid), at-Tirmidzi (no. 1899), al-Hakim (IV/151-152), ia menshahihkan atas syarat Muslim dan adz-Dzahabi menyetujuinya. Syaikh al-Albani rahimahullaah mengatakan hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua (al-Hakim dan adz-Dzahabi). Lihat Shahiih Adabul Mufrad (no. 2).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2272), Fathul Baari (IV/449), Muslim (no. 2743), dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5985, 5986), Muslim (no. 2557), Abu Dawud (no. 1693), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu.

Tulis Komentar